Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh
"Ambisi dunia adalah kegelapan di hati, sedangkan ambisi
akhirat adalah cahaya di hati."
('Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu)
Dunia dengan berbagai keindahan dan kelezatannya memang sangat menggiurkan dan menjanjikan, maka tak ayal orang yang lemah pondasi imannya akan terseret bahkan menjadi budaknya, semua demi dunia. Agar dapat lolos dari jerat ini, maka seseorang Muslim hendaklah membekali dirinya dengan keimanan dan ketakwaan serta memompa dirinya agar memiliki ambisi akhirat yang sangat tinggi.
Karena, siapa saja yang ambisinya akhirat, maka ia akan selalu
mengingatnya dalam setiap kondisi di dunia. Anda akan mendapatinya tidak
bergembira, tidak bersedih, tidak ridha, tidak marah dan tidak berusaha,
kecuali untuk akhirat. Ia akan selalu mengingat akhirat dalam mencari rizki,
berjual beli, bekerja,memberi, dan dalam semua urusannya. Siapa saja yang
demikian kondisinya, maka Allah subhanahu wata'ala akan menganugerahinya tiga
kenikmatan yaitu:
Pertama, Anugerah Persatuan.
Allah subhanahu wata'ala akan menganugerahinya ketenteraman dan ketenangan,
menghimpun pikirannya, mengurangi kelupaannya, menyatukan keluarga nya,
menambah rasa kasih antara dia dan mereka, memudahkan mereka untuknya,
mempersatukan semua kerabatnya, menghindarkannya dari perpecahan dan pemutusan
hubungan rahim. Dengan begitu, seluruh dunia bersatu untuknya. Dunia bersatu
untuk kepentingannya dan semua apa yang diinginkannya di dalam berbuat ta'at
kepada Allah subhanahu wata'ala.
Kedua, Anugerah Kaya Hati.
Ini merupakan nikmat yang amat besar yang dianugerahkan Allah subhanahu
wata'ala khusus bagi hamba yang dikehendaki-Nya. Allah subhanahu wata'ala
berfirman, "Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik." (QS. An-Nahl:97).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan keridhaan dan kepuasan hati yang
tidak lain adalah kaya diri dan kepuasannya dengan apa yang dianugerahkan
melalui doa yang sungguh-sungguh.
Kekayaan bukan segala-galanya, bahkan terkadang ada orang yang dibuat letih
oleh hartanya.
Sedangkan orang yang menjadikan akhirat sebagai ambisinya, kita
dapati dia selalu ridha, puas diri, bahagia, ceria dan baik jiwanya. Ia tidak
tamak kepada dunia dan bekerja sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, "Bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah di dalam
mencari (rizki)." Yakni, berusahalah dengan usaha yang diterima, yang
dibolehkan di dalam mendapatkan dunia. Janganlah seseorang menjadikannya
sebagai ambisi yang menyibukkan dirinya yakni ia habiskan semua waktunya untuk
dunia.
Ketiga, Dunia Datang dan Cinta Kepadanya.
Dunia ini memang aneh; bila anda kejar, ia akan lari tetapi bila anda
berpaling darinya, ia akan mengejar anda, dan ini sesuatu yang sudah terbukti.
Banyak orang shalih menyebut kondisi mereka dengan dunia, "Kami sibukkan
diri dengan urusan dien, lalu dunia pun menyongsong kami."
Sebaliknya, siapa saja yang menjadikan dunia sebagai ambisinya dan segala
sesuatu ia jadikan demi dunia; seperti ridha, marah, senang, benci, ceria,
bicara, mencela dan sebagainya, maka orang yang kondisinya demikian akan diberi
hukuman oleh Allah subhanahu wata'ala dengan tiga hukuman yang disegerakan:
a. Mencerai-beraikan Persatuannya.
Ia akan menjadi orang yang hatinya tercerai-berai, pikirannya kacau, banyak
cemas terhadap urusan-urusan dunia, sekalipun hanya sepele. Harta, keluarga dan
tanggungannya membuatnya terpisah, sekalipun mereka berada di hadapan matanya,
sebagai akibat dari mementingkan dunia saja.
b. Dilanda Kefakiran.
Ia tidak pernah merasa puas, sehingga membuatnya selalu berhajat di balik
kesenangan dunia dan perhiasannya. Ini tentu saja membuat nya semakin letih,
sedih dan cemas. Ia boros terhadap kesenangan dunia dan hal yang bersifat
hura-hura, namun amat bakhil di dalam bersedekah dan berbuat kebajikan.
c. Dunia Lari Darinya.
Ia mencarinya namun dunia menjauhinya. Ia berlari mengejar dan meminum
darinya seperti orang yang menimba air di laut untuk diminum; namun setiap
diminum, ia semakin merasakan haus dan dahaga
Dalam masalah ini, manusia terbagi kepada tiga jenis:
Pertama, Orang-orang yang dikalahkan oleh ambisi akhirat sehingga mereka
bekerja untuk dunia menurut kacamata akhirat dan menyadari bahwa dunia hanyalah
jembatan yang membawa mereka sampai ke akhirat.
Ke dua, Orang-orang yang dikalahkan oleh cinta dunia hingga akhirat
terlupakan oleh mereka, dan ambisi dunia telah menyibukkan hati mereka.
Ke tiga, Orang-orang yang disibukkan oleh dunia dan juga akhirat. Mereka ini
adalah para pencampur-aduk urusan, dan betapa banyaknya manusia tipe seperti
ini di zaman sekarang. Mereka berada dalam posisi yang tidak aman bahkan dalam
bahaya.
Kriteria Orang yang Memiliki Ambisi Akhirat
1. Memiliki Rasa Takut dan Sedih.
Sekalipun mereka berharap akan rahmat Allah subhanahu wata'ala dan
ta'at kepada-Nya, hanya saja mereka tidak terpaku pada hal itu saja. Mereka
dilanda kesedihan atas segala hal yang telah disia-siakan dan menyesali dosa
yang dilakukan sekalipun hanya sepele. Mereka selalu dalam kondisi sadar dan
ingat. Mereka bersedih atas kezhaliman, kekerasan, keterlantaran, keterhinaan
dan semua kondisi yang dialami kaum muslimin. Dan yang paling mereka takutkan
adalah buruknya akhir hidup (Su`ul Khatimah).
Sufyan ats-Tsaury berkata, "Aku takut kalau tercatat di Lauh
al-Mahfuzh sebagai orang yang sengsara, aku takut terampas iman ketika akan
mati."
Kesedihan itu membawa mereka untuk kembali kepada Allah subhanahu
wata'ala dan menyucikan diri dari segala dosa. Mereka selalu sedih bila
melakukan suatu perbuatan dosa hingga dapat melakukan suatu kebaikan yang
menghapusnya. Namun orang yang gandrung dengan dunia, semua kesedihan-kesedihan
dan ambisinya hanyalah demi dunia.
2. Terus Beramal untuk Akhirat.
Kesedihan mereka karena ambisi akhirat, rasa takut dan ingat mati
tidak pernah menahan tangis di rumah-rumah mereka atas diri mereka. Rasa takut
mendorong mereka untuk menambah frekuensi amal shalih. Sedangkan orang yang
merasa aman, tergoda dan terpedaya dengan amalannya, dikuasai oleh sifat malas
dan berandai-andai serta kurang memiliki sifat wara' karena mengandal kan
perma'afan Rabb-nya semata.
3. Tersentuh dengan Pemandangan Kematian dan Selalu Mengingatnya.
Kondisi ini menyebabkan hati mereka hidup sebab mereka mengaitkan
semua apa yang mereka lihat di dunia dengan akhirat. Hal yang paling menyentuh
hati mereka adalah pemandangan kematian dan saat-saat sekarat.
Lain halnya dengan orang-orang yang ambisinya hanya dunia dan hati
mereka sudah keras, mereka tidak mau mendengar kematian disebut bahkan merasa
terganggu karena mengira dapat lolos dari kematian. Al-Qur'an menolak anggapan
orang yang berpikiran seperti ini,(baca: QS. Al-Jumu'ah:8).
Faktor-Faktor yang Menghalangi Perhatian terhadap Akhirat
# Mengejar Dunia dan Antusias Terhadapnya.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa sibuk dengan urusan dunia merupakan
faktor paling besar yang dapat menyebabkan lemahnya persiapan untuk melakukan
amalan setelah mati. Yang dicela dari hal ini bilamana kesibukan-kesibukan
duniawi itu semata-mata menjadi tujuan; dicinta dan dipatuhi selain Allah
subhanahu wata'ala.
# Tidak Mau Mengingat Kematian dan Dahsyatnya Kiamat.
Tidak pernah terlintas sedikit pun di pikiran orang-orang yang
gandrung dengan dunia ini pemandangan akhirat, mengingat mati dan setelahnya.
Hal ini membuat mereka menyia-nyiakan waktu dan umur.
# Terpedaya dengan Kesehatan Jasmani.
Di antara orang-orang yang gandrung dengan dunia ada yang terpedaya
dengan kesehatan jasmani dan masa mudanya. Mereka tidak menyadari bahwa
kesehatan itu hanya pinjaman dan barangkali pinjaman itu harus dikembalikan,
sementara ruh masih berada di dalam jasad. Bila yang terpedaya dengan
kesehatannya ini adalah orang yang memiliki jabatan dan kekayaan, tentu ia akan
bertambah lupa terhadap akhirat dan lalai untuk meraih perbekalannya.
Jadi, mau berambisi dengan dunia yang dikejar malah kabur, atau berambisi
dengan akhirat, yang jika dikejar, akhirat dan dunia akan mendatanginya?
Itu semua pilihanmu..
Waassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
---------------------------------------------------------------------
Sumber: "Takwîn Hamm al-Akhirah" karya Asma` binti Râsyid
ar-Ruwaisyid. (Abu al-Hârits)
YAYASAN AL-SOFWA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar